Senin, 12 Januari 2009

Prom Night: 001 (1978-1979)


"Hallo Carry! Senang sekali bisa mengajakmu ke Prom-night ini!"

"Hai Carry. Ayo masuk, pasti banyak makanan enak di dalam sana~"

"Konbanwa, Carry-chan. Yuk~"

Macam-macam kalimat yang telah Yuki lontarkan dengan lebih dari dua puluh gaya berbeda di depan kaca dari tiga puluh menit yang lalu. Yuki menggaruk-garuk kepalanya dengan kuku-kuku jarinya yang pendek. Belajar berperilaku di depan kaca. Merasa tidak percaya diri jika tidak bisa berpasangan dengan Carry nantinya. Biasanya, anak-anak perempuan sangat menyukai acara-acara seperti prom-night ini. Dan akan sangat menghina mereka apabila Yuki tidak bisa menyerasikan diri dengan mereka. Tapi, ups, sudah hampir waktunya kecuali Yuki mau terlambat dan membuat dirinya semakin memalukan dihadapan Carry dan anak-anak lainnya. Yuki menyambar jas yang sudah disiapkannya secara khusus. Berwarna abu-abu dan dipasangkan dengan celana warna biru tua, seperti jeans tapi bukan jeans. Di pesan kilat dengan bantuan tante-tantenya yang ganjen. Ohoh! Mereka tentu tidak akan mau bila suatu hari dipergunjingkan karena ada seseorang yang melihat salah satu anggota keluarga Xia yang terhormat mengenakan pakaian lusuh, gembel, dan kebesaran. Tepat sekali, pikiran para darah biru yang angkuh namun baik hati. Di saat-saat seperti inilah mereka bertindak tepat.

Yuki merapihkan rambutnya lebih dari tiga kali. Seakan tak disiplin, rambut itu terus mencuat acak-acakan. Suatu hari rambut itu harus bertemu dengan mister Filch untuk diberi edukasi lebih lanjut tentang tata krama di depan para gadis. Yuki bersumpah akan menggunduli kepalanya apabila seseorang protes soal rambutnya. Emm.. oke. Tidak se-ekstrim itu sih. Tapi setidaknya akan ada hukuman manis. Yuki segera memasukkan kakinya ke dalam sepatu fantofel hitam mengkilat barunya. Merasa tidak nyaman. Tapi tetap melangkah keluar asrama dengan terburu-buru.

Ramai.

Yuki termangu-mangu beberapa lama di depan aula besar. Inilah kali kedua ia merasakan kemewahan di Hogwarts. Yang pertama adalah ketika ia baru pertama kali masuk ke Hogwarts. Lebih tepatnya, seleksi asrama. Semua orang berkumpul dan berpesta. Namun kali ini seratus delapan puluh derajat berkebalikan. Kali ini adalah pesta untuk melepas kakak-kakak kelasnya. Ia belum masuk. Masih memutuskan untuk menunggu Carry terlebih dahulu sebelum masuk. Yuki berdiri beberapa pilar dari pintu aula besar. Kemudian mengamati pantulan bayangan dirinya sendiri di lantai. Sembari melihat ke sekelilingnya. Dan matanya segera tertuju pada karpet merah yang panjang dan lebar memanjang di tengah-tengah aula besar, hingga menjumput keluar. Carry belum datang, tapi Yuki boleh mengintip dong? Sip.

Yuki menjulurkan kepalanya, mengintip dekorasi ruangan aula besar yang super-duper-mewah. Serba merah. Dan Yuki bisa melihat foto-foto yang terpajang di aula tersebut.. Bergerak! Tidak. Itu bukan aneh. Ini juga bukan kali pertama Yuki berhadapan dengan benda-benda dua dimensi yang bergerak selain di televisi. Yuki bergeliat-geliat, berusaha mengintip dekorasi lebih jauh sebelum kakinya menginjak masuk bersama Carry nanti. Huff~ gugup. Jelas. Sekarang jantung Yuki sudah berdebar-debar tidak karuan. Mampukah ia nanti berjalan bersama Carry ke dalam sana sebelum ia pingsan? Inilah pertama kalinya bagi Yuki mengajak seorang gadis ke sebuah pesta. Jelas sangat gugup. Tak perlu di definisikan lagi seperti apa rasanya. Apalagi ketika mata Yuki menangkap beberapa anak yang sudah bersama pasangannya masuk. Yuki berusaha menenangkan dirinya ketika ia berjalan kembali menuju pilar dan tanpa sengaja terantuk salah satu lantai batu pualam yang sedikit terangkat. Yuki berusaha menggapai-gapai dinding tapi gagal—seperti yang sudah-sudah terjadi—dan akhirnya terjerembab ke depan. Nyaris saja jidatnya yang mulus itu mencium lantai andaikata tangannya tidak refleks menahan berat tubuhnya.

Semoga Carry tidak lihat... Semoga Carry tidak lihat...

Yuki terus berkomat-kamit sambil berusaha berdiri, kemudian bersender pada dinding, menarik napasnya, dan berusaha untuk tenang.

Tapi sayangnya ia tidak bisa tenang. Bahkan tanpa disadari wajahnya mulai memerah.

Uwaah!! Gugup!

Dan tepat saat itu, Yuki melihat Carry. Seakan tidak terjadi apa-apa, Yuki langsung mengulurkan tangannya, mengajak Carry untuk menerima ulurannya. "Emm, Konbanwa, Carry. Yuk~" ujarnya sambil tersenyum, berusaha menyembunyikan segala kejadian memalukan sebelumnya. Apakah Carry melihatnya? Apakah Carry mentertawakannya? Yuki segera menggandeng Carry untuk masuk ke dalam aula besar, dan kemudian kakinya segera menapak di atas karpet merah mewah itu. "Err.. Carry, kau tidak lihat kejadian tadi kan?" tanya Yuki, saat mereka berdua mulai masuk ke dalam aula besar itu.

(( Silahkan klik untuk penampilan Yuki . ))

Jumat, 02 Januari 2009

Herbologi - esai


Herbologi

Yukisa Conrad. Hufflepuff tahun pertama periode 1978 - 1979

Aconyte adalah sebuah tanaman beracun yang memiliki nama lain Wolfsbane, juga disebut Monkshood karena bentuk bunganya yang menyerupai Monk's Cowl.

Echinaceae termasuk dalam kelas Magnoliopsida, ordo Asterales, famili Asteraceae, dan Kingdom Plantae. Dapat digunakan sebagai obat yang menahan penyakit flu dengan catatan tidak boleh digunakan lebih dari 10 hari. Tidak boleh digunakan pada anak dibawah umur 1 tahun karena mengandung kontradiktif. Tidak direkomendasikan untuk anak umur 1-12 tahun dan ibu hamil.

Eucalyptus adalah jenis tanaman yang mendominasi benua Australia. Tanaman Eucalyptus tergolong dalam pepohonan yang besar dan tinggi. Tanaman Eucalyptus adalah tanaman hijau. Ketika dewasa dapat memiliki bunga yang bermacam-macam bentuknya. Habitatnya adalah daerah yang cukup hangat.

Sopophorous adalah tanaman jenis polong yang dapat hidup di dataran tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh merambat hingga 30 sentimeter atau lebih. Karena tumbuh merambat, tumbuhan ini membutuhkan media untuk merambat seperti pancang atau papan. Lebih baik ditanam di dalam tanah yang banyak menganduk humus. Tanaman ini harus mendapatkan air dan unsur hara yang pas. Tidak boleh kelebihan ataupun kekurangan. Polongnya banyak berkumpul tiga-tiga. Tanaman ini berfungsi penting dalam bahan-bahan campuran ramuan tegukan hidup bagai mati dan ramuan lupa.

Jerat Setan memiliki nama lain yaitu Devil's snare. Kegunaan sebenarnya dari tanaman jerat setan ini adalah untuk jebakan. Memiliki indera yang sangat peka dan sensitif terutama pada rangsangan-rangsangan dari luar seperti cahaya dan sentuhan. Mereka tinggal di tempat yang gelap dan lembab, jauh dari cahaya matahari yang penuh kehangatan. Wujud dari tanaman ini tidak dapat dibedakan dengan tanaman bersulur biasa jika masih muda, sehingga banyak menipu dan baru diketahui kalau itu tanaman jerat setan ketika orang sudah terjerat.

Dittany hanya tumbuh di Crete. Orang-orang lokal setempat menyebutnya "eronda" yang berarti cinta. Terkenal di Yunani Kuno dan Crete untuk obat terapi. Di rekomendasikan untuk masalah pencernaan dan perut, artritis, serta rematik.


Kamis, 01 Januari 2009

Silent Talk - Last Talk



Mata mereka berdua beradu. Yuki tidak begitu menyukai itu. Ia memang tidak mempermasalahkan bagaimana Azmaria akan menganggapnya atau memperlakukannya. Biarlah apa yang akan gadis itu pikirkan. Tangannya terus memegang-megang bekas lukanya. Yuki juga tidak benci pada Azmaria karena masalah luka tersebut. Tapi nampaknya gadis yang memiliki warna mata beda itu tidak bisa mengerti dirinya. Dan, huh, memang Azmaria pernah mengerti? Never. Azmaria sama sekali tidak pernah bisa mengerti Yuki. Yuki hanya memalingkan wajahnya dari Azmaria, tidak begitu perduli apa yang akan gadis dari asrama ular hijau akan katakan.

Yuki tidak pernah menyukainya.

Tapi ia selalu salah paham.

Apakah Yuki salah sebagai seorang laki-laki melindungi seorang anak perempuan? Apakah Yuki salah sebagai laki-laki tidak bisa tegas? Oke, yang kedua itu memang bermasalah, tapi begitulah adanya Yuki. Ia masih belum bisa tegas karena kurang percaya diri. Terserah mau bilang Yuki itu kuper atau apa. Yuki terima dengan senang hati semua masukan itu. Kan dia orang baik, ramah, rajin menabung, dan segala blah-blah-blah. Tapi itu kenyataan. Yuki sudah nyaris beranjak pergi dari menara, ia sama sekali tidak memiliki pikiran untuk berlama-lama bersama Azmaria di tempat sesepi ini. Bisa-bisa terjadi hal yang tidak diinginkan. Bukan yang macam-macam. Hanya saja hal yang tidak diinginkan itu seperti: Menara menjadi tempat kejadian perkara pembunuhan tragis. No way. Yuki tidak mau merelakan nyawanya begitu saja disini. Sifat Azmaria yang cukup tempramental—didukung dengan latar belakang keluarganya yakni mafia Sicilia yang terkenal kejam dan sadis, Yuki tidak mau ikut campur tangan. Sama saja cari mati.

"Aku tahu kok!"

Ia berseru. Yuki kembali memusatkan pandangannya pada Azmaria. Padahal tadinya sudah mau pergi. Ia bahkan sudah turun dari pinggir jendela. Miss, what did you know? You never know about me. Tapi sifat sopan santun memaksanya untuk tetap tinggal di samping jendela itu, mendengarkan apa yang akan Azmaria katakan sampai habis.

"Aku tidak mengijinkanmu memanggil namaku. Kau membenciku bukan? Karena kejadian malam itu! Ya, memang aku yang membuat luka itu! Tapi kau sendiri kan tahu—"

Ia berhenti di tengah-tengah kata-katanya. Tapi Yuki tahu apa maksud gadis itu. Ia tersenyum manis, melayangkan senyum tulus yang mungkin akan terakhir kali diberikan pada gadis angkuh itu. Angkuh tapi manis dan lucu. Aneh. Tapi begitulah dirinya. "Azmaria, mungkin kau tidak mengerti. Aku tidak pernah menyalahkanmu soal kejadian malam itu," Yuki melirik pada bekas lukanya, kemudian menarik tangan kanan Azmaria, menggenggamnya seperti adik yang memegang tangan kakaknya."Aku justru bersyukur akan segala hal kok. Hanya, kau tidak mengerti satu hal," lanjut Yuki, memandang mata Azmaria dalam-dalam, berharap gadis itu kali ini mengerti perasaan sesungguhnya. "Aku tidak pernah menyukaimu. Aku hanya menganggapmu sebagai kakak," akhirnya Yuki berhasil menegaskannya. Butuh usaha ekstra keras untuk mengutarakan kata-kata yang satu ini. Sebenarnya ia sudah nyaris pingsan berdiri seperti itu. Yuki kemudian berlutut, dan mencium tangan kanan Azmaria, seperti seorang kesatria yang bersumpah setia kepada sang putri—hanya saja adegan ini cuma disadur dari opera sabun yang sering Yuki tonton di televisi bersama tetangganya ketika sore datang.

"Sampai jumpa, Miss Moldova~" ujar Yuki kemudian berdiri dan pergi meninggalkan Azmaria yang mungkin akan terpatung dengan manis mendengar semua kata-kata Yuki yangs sok puitis padahal ia hanya menghapalkan naskah skenario dari drama yang sering ditontonnya. Adegan seperti ini juga ada banyak di serial Kamen Rider. Laki-laki tukang gombal? Mungkin itu ada benarnya. Karena sekarang Yuki merasakannya. Ia berjalan menuruni tangga. Berharap, gadis itu mau mengerti, dan meninggalkan semua masa lalu mereka. Ia agak goyah. Nyaris terpeleset di tangga tapi berhasil menyeimbangkan dirinya. Kemudian turun ke asramanya.


Rabu, 31 Desember 2008

Esai Ramuan - Mandrake


Mandrake
Yukisa Conrad, kelas 1/1978-1979, Hufflepuff



Mandrake, atau bisa juga disebut Mandragora. Akarnya berbentuk seperti wajah manusia dan bila dicabut dari tanahnya, akan berteriak sangat kencang dan dapat memekakkan telinga sehingga untuk memanennya harus berhati-hati. Bisa menggunakan headset pada telinga demi keamanan (meski suaranya akan tetap sampai ke kepala jadi berhati-hatilah). Pada beberapa jenis mandragora, bentuknya ada yang sudah berbentuk bayi atau menyerupai manusia (kecil tentunya). Sementara daunnya berwarna kehijauan dan tidak tumbuh tinggi. Makhluk ini tumbuh dan berkembang selama beberapa bulan.

Akar Mandrake digunakan untuk ramuan yang dapat menyembuhkan berbagai status kutukan. Misalnya pada sihir pembeku, akar mandrake yang sudah di godog menjadi ramuan dapat menyembuhkan status kutukan tersebut dan mengembalikannya seperti semula. Jadi intinya, yang diambil untuk ramuan adalah akar dari mandrake tersebut (yang dapat berteriak dan memekakkan telinga). Mandrake juga adalah makanan favorit dari hewan sihir yaitu Dugbog.

Seleksi Asrama


Yuki sedang asyik meringkuk di sudut kompartemen, ketika semua teman-teman sekompatemennya yang lain entah sedang apa. Berusaha untuk memejamkan matanya namun tidak bisa menjauhkan pandangannya dari kaca jendela. Matahari senja mulai memerah dengan gemilau. Langit begitu merah, bagaikan darah yang menitik. Cerah. Tanpa awan setitikpun. Namun indah tanpa cela, memikat, membuatnya tak bisa teralih dengan apapun. Sepanjang perjalanan, Yuki merenungkan banyak hal. Tentang dunia sihir yang sama sekali tidak diketahuinya. Ia bagaikan anak ayam yang sengaja masuk ke dalam sarang ular berbisa. Merantau tanpa arah dan tujuan. Tapi dari dulu ia memang selalu mengikuti arus. Apapun yang terjadi, itulah yang harus terjadi. Semuanya bukan rencananya. Itu bagaikan destiny-nya. Bahkan dirinya tidak mampu menolak permintaan semua orang yang meminta bantuan. Hatinya tak tega. Terlalu baik? Maybe. Koran-koran sihir itu, sibuk bergerak-gerak, sementara tetap diam di atas bangku. Mengerikan sekaligus ajaib. Yuki benar-benar tidak bisa habis pikir dengan yang satu itu. Banyak hal mengejutkan di dunia sihir. Bahkan salah satu seniornya tadi berkata kalau lukisanpun bergerak-gerak! Ah, masa? Ia harus memastikan itu dengan mata kepalanya sendiri nanti. Ya, hanya beberapa saat lagi. Dan ia akan mulai menginjak sekolah sihir itu. Perjalanan yang jauh itu, benar-benar terasa melelahkan. Namun dirinya sama sekali tidak mengeluh. Inilah, jalan yang dipilihnya.

Kereta berhenti. Yuki bisa mendengar suara pintu kompartemen yang digeser dengan paksa. Antusiasme berlebihan yang dapat dianggap wajah dan masuk akal. Sama seperti dirinya saat ini. Sedang sibuk meloncat-loncat untuk mendapati kopernya yang besar dan berat di atas rak. Koper tersebut berhasil jatuh, tanpa menimpa atau melukai Yuki barang serambutpun. Nice. Semoga hal ini menjadi pertanda baik. Mungkin di Hogwarts ini, ia akan bertambah tinggi atau apapun itu yang lainnya. Ia sudah mengenakan seragam Hogwarts, lengkap dengan jubahnya--yang hitam lusuh. Yap. Karena Yuki sama sekali tidak membeli seragam sekolah baru. Uangnya tidak cukup sedangkan tantenya yang ganjen itu sama sekali tidak mau mengeluarkan uang lebih. Untunglah, Sebastian-san masih memiliki sebuah jubah cadangan, sisa-sisa dari saudara sepupunya yang sudah lulus dari Hogwarts. Tapi ia sudah cukup puas dengan hal itu. Yang penting berpakaian, bukan? Yuki mengenakannya dengan sangat tidak rapih--dan karena ia memang tidak suka berapih-rapih dalam berpakaian. Beberapa ujung kemejanya nampak bergantung di atas celananya.

Tapi kemudian Yuki menaruh kembali kopernya. Ada seseorang yang mengatakan itu tidak perlu. Yuki hanya menurut. Tidak mengerti. Dan kemudian berjalan keluar, berbaris mengikuti anak lain di depannya. Ia bahkan harus berjinjit-jinjit untuk dapat melihat apa yang ada di depannya. Tapi sebenarnya tidak perlu. Karena seorang--atau seekor?--raksasa besar berdiri di paling depan. Mengarahkan anak-anak untuk berbaris dengan rapih, mengucapkan beberapa kata sambutan. Hagrid, eh, itu namanya. Dan ia bisa berbicara. Diluar pengetahuan Yuki yang menganggap raksasa itu monster bodoh tanpa intelegensi. Ia menuntun Yuki dan rombongan anak baru menuju sebuah danau besar. Di pinggirnya ada perahu dengan sebuah lentera kecil. Yuki cuma bisa terpaku. Mengiyakan apa yang disuruh. Karena ia begitu takjub melihat Hagrid yang besar. Mungkin, sebesar inilah musuh Kamen Rider. Ya, kesatria baja hitam adalah pahlawan yang sangat diidolakan oleh Yuki semenjak dulu. Keren. Apalagi jurus-jurusnya yang mantap dan mematikan. Sementara asyik berkhayal, Yuki tanpa sadar sudah masuk ke dalam perahu, dan perahu itu mulai menyebrang. Sedangkan Yuki masih asyik memikirkan kalau tendangan cahaya adalah sebuah jurus yang ampuh untuk mengalahkan Hagrid--si raksasa. Mungkin, eh?

Kemudian, rombongan dialihkan kepada seorang wanita tua yang cukup misterius. Berkacamata dan anggun. Terdapat aura-aura yang tak bisa di tolak dari wanita itu. Ia mengaku bernama Profesor McGonagall, selaku wakil kepala sekolah Hogwarts. Tak ada diskriminasi gender? Bagus sekali. Yuki tidak berharap hal-hal yang ada di sinetron bakal hadir secara nyata di sekolah sihir ini. Karena terkadang, wanita bisa menjadi mengerikan. Yuki harus berhati-hati. Suatu saat, profesor ini mungkin akan menghukumnya. Yup. Was-was terhadap wanita, salah satu sikap seorang gentleman yang baik. Setidaknya itu pikiran pertama Yuki. Wanita itu menuntun rombongan hingga ke sebuah pintu yang besar dan megah. Yuki terbengong-bengong, melihat betapa besarnya isi kastil itu. Ketika tangan profesor McGonagall itu terangkat, pintu terbuka, diiringi suara dirigen berupa decitan yang sangat keras. Berkas-berkas cahaya perlahan-lahan keluar. Dan Yuki bagai masuk ke dalam dimensi lain. Langit senja yang indah, seperti yang dilihatnya diluar, terlukis dengan nyata di langit-langit aula tersebut. Empat meja panjang dijejer, dan di atasnya terdapat panji-panji berlainan warna dan lambang. Lilin-lilin bertaburan di udara, menunjukkan cahaya yang remang-remang.

Saking kagetnya, Yuki sampai berhenti berjalan. Temannya di belakang menabraknya dan ia baru jalan kembali. Terlihat antusiasme dari senior-senior lain yang berteriak-teriak riuh, menyambut kedatangan rombongan anak kelas satu. Ia masih bengong dan ketika anak di depannya berhenti, ia terus berjalan dan akhirnya menabraknya. "Maaf," bisik Yuki kecil, merasa bodoh dan sangat bersalah. Ia merapihkan pakaiannya yang berantakan, kemudian berdiri sesuai barisannya, tidak acak-acakan. Seakan menyadari kesalahan yang baru saja ia lakukan. Di depan, ada sebuah bangku dan di atasnya ada topi. Sedikit lusuh tapi tidak selusuh kemeja kotak-kotak yang selalu dikenakan Yuki. Apa yang akan dilakukannya dengan topi itu, err?

Dan mendadak topi itu berbicara--tepatnya bernyanyi.

Mata Yuki tak bisa jauh dari topi itu. Ia mencermati setiap kata-kata si topi itu dengan jelas. Ada empat macam kata-kata aneh yang Yuki dapatkan. Gryffindor, Hufflepuff, Ravenclaw, dan Slytherin. Wow. Soal yang terakhir, Slytherin, seniornya sudah menjelaskan dengan sangat jelas di kereta tadi. Dan ia sekarang mengerti mengapa si senior jangkung berkata bahwa Yuki akan mengerti ketika sampai di Hogwarts. Itu adalah nama asrama. Dan Yuki masih tidak mengerti bagaimana si topi itu akan menyeleksinya. Unik. Dan Yuki masih sibuk termangu-mangu. Memikirkan bagaimana jika topi itu adalah musuh besar dari kamen rider. Maksudnya, ia adalah otak semuanya? Err--eh, mana mungkin. Belum tentu penyihir tahu tokusatsu. Eh, tapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia sihir, bukan? Buktinya naga itu dikatakan ada. Jadi mungkin sebenarnya para kamen rider yang ada di layar kaca itu adalah penyihir. Mungkin? Perlu ditanyakan pada ahlinya nanti.

Gryffindor--berani. Entahlah. Apakah Yuki memiliki sifat itu? Hufflepuff--apapun yang terjadi, terjadilah. Well, itu seperti dirinya selama ini. Ravenclaw--pintar dan buku? Tidak ah. Yuki tak suka jadi kutu buku. Slytherin--licik dan ambisius. Apakah itu juga ada pada dirinya? Mungkin. Tapi tak pasti. Yuki hanya bisa memikirkan itu semua di dalam hatinya.

"Conrad, Yukisa!"

Suara wanita itu memanggilnya. Yuki langsung terjaga dari lamunannya. Dan berjalan cepat-cepat ke depan hingga akhirnya nyaris jatuh karena tersandung. Ia merasa malu. Kemudian menundukkan kepalanya, menutupi rona merah yang mulai menutupi wajahnya. Ia duduk di atas kursi tersebut. Dan ketika topi itu diletakkan di atas kepalanya, ia bisa mencium bau debu yang sangat pekat, persis dengan bau kamar Yuki di Gereja. Menimbulkan rasa nostalgia. Topi seleksi, andaikan engkau tahu. Aku tak perduli dimanapun--karena aku tidak mengerti--Namun aku hanya berharap, asrama manapun, itulah yang terbaik untukku, dan juga untuk orang lain. Sebuah doa kecil, di dalam hati, tanpa diungkapkan. Ia mengedarkan matanya sekeliling. Malu. Di depan banyak orang. Tapi ia tak bisa mundur. Dan kemudian suara topi itu kembali membahana...